Sabtu, 31 Mei 2014

Aku Ingin

Aku ingin berjalan jauh, Ayah.
Tidak untuk melupakan kalian, hanya ingin menemukan lebih banyak hal yang mungkin bisa kusimpan untuk hari – hari di depan.

Ayah, aku tak ingin pulang. Ingin kurentangkan kedua tanganku dan memeluk jalan – jalan perjuangan.
Aku tak ingin pulang, jika disana hanya kudapati kesenangan yang melenakan.
Aku ingin pergi, jauh. Mencari jalan lain di bawah langit kita. Mencari kehidupan lain yang lebih memesona di luar sana.

Bukan karena rumah kita tak indah, Ayah.
Hanya saja, aku ingin pergi dari sana. Aku bosan dengan kehidupan yang terlalu nyaman.
Aku ingin menemukan tempat lain, Aku ingin tumbuh lebih baik, Ayah.

Bolehkah?

Rabu, 28 Mei 2014

Dia

Aku tidak ingin dicari,
Juga terlalu lelah mencari.

Pertemukan saja kami, Tuhan.
Dengan cara yang jujur, tanpa banyak 'polesan'.

Sajak Perawan Tua: Mahasiswa yang Tak Lulus Juga



Mungkin Tuhan sedang mengajakku bercanda.
Dibiarkannya harapan mencekik leherku,
Sampai sesak; sekian waktu disita skripsi yang memburu.

Sedang dosenku entah dimana rimbanya.
Katanya hari ini pulang, tapi tak ada. Tak tampak batang hidungnya.

Pun Emak sudah minta aku pulang. Dia bilang: untuk menjernihkan pikiran.
Tapi, aku malu. Sebab pulang berarti gagal. Bak menyulam, terhenti sebab habis benang.

Tapi, uang sakuku meranggas.
Dan, lebaran akan segera datang.
Haruskah aku,

Pulang?

Hey!

Kamu baru anak kemarin sore, Nona!

Kamu tidak pernah berhak atas 'itu'.

Jangan banyak bermimpi... urusi saja suamimu.

Selasa, 27 Mei 2014

Writer

Aku harus terus berlatih menulis setiap hari.

Aku harus banyak membaca buku referensi menulis.

Aku harus terus bangkit dan berjuang sekalipun berkali - kali ditolak penerbitan.

Aku akan terus percaya, bahwa suatu hari impian saya akan menjadi nyata.

Sedikit lagi... semakin dekat..




Minggu, 25 Mei 2014

Lajang

Sebagian besar jomblo adalah orang - orang yang bermimpi dan berharap terlalu banyak kepada 'Cinta Sejati'. 

Mereka berharap dapat menjalani kisah cinta abadi nan romantis, seperti dalam dongeng.

Jomblo adalah mereka - mereka yang mencoba melarikan diri dari kenyataan hidup. Mencoba lupa, bahwa yang disediakan di dunia hanyalah 'teman hidup' saja. 

Cinta sejati? mungkin tak ada.

Akhirnya, jomblo terus saja mencari dan mencari, meski tak juga menemukan. Terus saja mencari, meski tanpa sadar sekian banyak waktu sudah dihabiskannya dengan sendiri.

Tapi, jomblo masih berharap. Mungkin, cinta sejati itu ada. Mungkin, suatu hari ia akan menemukannya

Sabtu, 24 Mei 2014

Tanda Tanya

" Kapan kamu mau punya pasangan?," 

Tanyaku pada pantulan wajah di cermin.


Kulihat, wajah itu diam. Ia terdiam.

Tak menjawab. Tak bisa menjawab.



Senin, 19 Mei 2014

Sepasang Kaki yang Melangkah Pergi



Aku tidak lupa.
Telah berapa kali hujan dan kemarau kita lewati.
Aku tidak lupa.
Telah banyak cara kita coba; untuk bersama.
Tapi hari ini kamu bilang kamu ingin menyerah. Kamu telah lelah.

Aku tidak akan lupa.
Telah lama kutunggu hari ini.
Hari ketika kamu berani melepaskan tanganku.
Berani berpisah dari masa lalu.

Hanya saja, hari ini juga hatiku mendadak nelangsa.
Sungguh, kukira hari ini tak akan pernah tiba.
Kukira, kisah kita akan terus berlangsung selamanya..
Dari pagi menuju senja. Sejak senja sampai malam tiba.
Hingga pagi merengkuh kita lagi.
Hingga banyak waktu – waktu terlewati.

Kukira, kamu tidak akan pergi.
Kukira, cerita kita akan terus abadi.
Sebagai kenangan, sebagai masa depan.

Kukira.

Minggu, 18 Mei 2014

Me and My Family

Beberapa teman gue; saat ini telah menempati posisi yang sangat gue inginkan, dulu.

Dulu sekali... ketika gue masih dengan begitu semangatnya mewujudkan cita - cita.

Tapi,

Gue sadar hidup gue dan mereka sangat beda.

Gue selalu harus berusaha keras nimba aer dulu buat mandi, mereka enggak.
Gue gak pernah dibeliin hp gaul sama orangtua, minta aja gue gak berani. Gue gak mau nyusahin.
Sedangkan mereka dengan mudahnya, mau minta apa aja bisa.


Gue... impian S2 gue udah diputus takdir sejak Ayah dinyatakan pensiun dua tahun lalu.

Gue marah? enggak. Emang sebenarnya, pensiunnya Ayah gue itu gak perlu gue jadikan alasan buat malas - malasan kuliah.

Tapi, mau gak mau... pikiran gue bercabang untuk juga memikirkan hal itu. Mikirin gimana caranya supaya uang bulanan selalu cukup tanpa perlu menyusahkan mereka lagi. Mikirin gimana caranya memperkecil biaya hidup dan ongkos kuliah.

Yah, gue bahkan sering nyeken bahan materi ajar, supaya gue gak mahal - mahal motokopi.

Pikiran gue pendek banget waktu itu. Gue pikir, kalau orangtua gue gak punya uang buat S2 gue, ngapain gue belajar rajin - rajin? ngapain gue ngejar Cumlaude? S2 aja gue gak bisa. Mungkin Cumlaude nya gue bakal jadi bangkai yang sia - sia. Makanya, gue belajar sekedarnya aja. Gak berusaha keras banget seperti di semester awal.

Padahal sebenarnya... punya nilai bagus itu gak pernah salah.

Ya, gue bego. Bego karena mengharapkan segalanya cuma dari orangtua, dan gak bisa usaha sendiri.

Padahal beasiswa S2 banyak kan? ngapain juga gue nyalahin takdir atas semua kesederhanaan hidup gue dan keluarga gue.

Semestinya gue bersyukur kan? dari seluruh anggota keluarga gue, cuma gue doang yang bisa hengkang dari rumah untuk kuliah jauh. Dibiayain tiap bulan, diongkosin mudik.

Kakak - Kakak gue dulu bahkan harus kerja sambil kuliah, supaya bisa bayar potokopian, supaya bisa nyicil pembayaran SPP, supaya bisa beli kosmetik.

Harusnya gue bersyukur dengan apa yang udah orangtua gue kasih ke gue. Gue hidup lebih enak ketimbang Kakak - kakak gue yang lain.

Gue inget, Emak gue dulu emang pernah bilang,
" Mamak cuma bisa biayain kalian sampai S1 aja. Setelahnya, kalian harus usaha sendiri. Cari hidup kalian sendiri ",

Sebenarnya, peningkatan strata pendidikan udah sangat luarbiasa dalam keluarga kami.

Emak gue cuma tamat SD, karena orangtuanya dulu nganggep kalau anak perempuan gak perlu sekolah tinggi - tinggi karena cuma bakal balik ke dapur. 
Emak gue sedih karena gak bisa sekolah, padahal dia selalu masuk tiga besar di kelasnya. Tapi Emak gue nurut aja. Mau apa lagi? 

Ayah gue lulusan D3 dari Sekolah Tinggi Agama. Dulu, orangtuanya juga gak punya uang buat biaya dia kuliah. Uang yang dikirim tiap bulan selalu pas - pasan, kadang bahkan kurang. Sering dia cuma makan roti kering doang dalam satu hari, supaya uang pas - pasan yang dikirim orangtuanya itu bisa cukup buat satu bulan.


Yah, kalau dibandingkan dengan keadaan gue saat ini, tentu aja keadaan mereka berdua jauh lebih sulit. 

Dengan keadaan ekonomi keluarga kami yang juga pas-pasan (waktu awal gue mau kuliah), Emak gue berjuang supaya gue gak berhenti cuma sampai SMA.
Emak gue sangat berkeras, kami semua harus kuliah apapun yang terjadi.


Sekarang, gue hampir sampai di titik akhir perjuangan gue ( dan perjuangan Emak dan Ayah ).

Gue tau, selepas kuliah gue gak boleh jadi orang egois.

Udah terlalu banyak hal yang diperjuangkan orangtua gue buat gue.

Selepas lulus ini, saatnya gue meringankan beban mereka.

Gue harus bantu biaya kuliah Adek gue sampai dia lulus.

Kami semua harus sekolah.

Mungkin S2 gue bisa ditunda sampai suatu hari nanti.

Toh, gue masih punya impian yang lebih besar lagi ketimbang S2.

Gue harus jadi penulis. Gue harus nerbitin buku. Gue harus bikin bangga orangtua gue, dengan karya gue.

Prestasi gak cuma diukur dari jenjang sekolah kan? Gue harus punya buku. Gue harus bikin bangga mereka.



Senin, 12 Mei 2014

Shitt - Down -_-

Gue semakin bete sama umur 21 menuju 22 ini (oktober nanti).

Gimana gak bete kalo tiap kali jalan, udah gak ada lagi  Ibu - Ibu pedagang atau Bapak - Bapak supir travel yang manggil gue 'Adek'.

Semuanya pada panggil Gue 'Ayuk', 'Mbak' atau 'Kakak'.

Hiya..... apakah wajah gue sudah sedemikian 'tua' nya?

Sumpah! ini menyebalkan sodar - sodara!

Yang paling ngeselin adalah waktu gue pergi ke tempat penelitian dan ketemu sama tamu (orang kantor lain yang karena ada urusan jadi maen ke Dinas tsb), gue malah dipanggil 'Ibu'.

Seketika itu juga sebenarnya gue pengen banget ngomong sama si Bapak
 'Plis Pak.. saya belom punya anak.'
Tapi apalah daya gue yang cuma mahasiswi numpang-ngambil-data. 

Hiks.

Bete - bete - bete.

Dari kecil sih, udah banyak yang bilang kalo muka gue ini bawaannya 'dewasa'.
Waktu itu sih gue nyantai aja. Iyalah, kan gue juga masih kecil.

Lagian belum ada juga yang manggil gue 'Ibu'. (Baca: Badan gue masih Rata)


Tapi Sekarangg???

Muka ini bikin gue terlihat lebih tua dari usia gue yang sebenarnya. Dan ini tidak menguntungkan!!

Waktu gue KKN di Aceh, si Dosen Pengasuh Unsyiah  malah sempat nanya ke temen gue,

" Itu anak Unsri angkatan berapa sih? 2005 ya? "

GUBRAK!!! Shitt banget lah.

Sekarang, gue malah sering mikir. Gimana jadinya kalo suatu hari ada cowok yang sebenarnya naksir gue, tapi karena dia ngira gue udah Ibu-Ibu (lihat dari muka), akhirnya dia jadi mundur?? 

Kan Gue rugiiiii.... :(

Tapi gue gak mungkin juga operasi plastik supaya terlihat lebih 'unyu' kan?


Atau.. mungkin gue harus ganti semua alat - alat kecantikan gue?

Mungkin gue harus ganti rok dengan jins, kacamata dengan soft lens, pasmina panjang dengan paris.

Gitu ya?

Tapi ngefek gak sih?

Gimana nanti kalo hasilnya malah
'Itu Ibu - Ibu sok gaul banget sih, udah tau tua tapi dandanan masih sok muda'.

Nah lhoo... Shitt yang bikin down banget kalo diomongin gitu.

*Gue jadi pengen masuk tong sampah aja. -_-


Minggu, 11 Mei 2014

I Am A Popular Writer, ASAP!!

      Aku hanya ingin menulis. Menumpahkan beberapa ratus kalimat supaya kegelisahan di kepalaku agak sedikit berkurang. Supaya kemampuan menulisku bisa sedikit lebih baik. Supaya suatu hari, novelku bisa diterima penerbitan.

      Aku tengah menganalisis karya – karyaku yang tempo hari yang sudah ditolak penerbitan. Aku benar – benar menemuka kekurangan fatal dalam karyaku. Kekurangan itu tidak tampak bagi orang awam, tapi pasti terlihat sangat jelas bagi orang – orang yang punya kemampuan berbahasa yang baik (seperti orang penerbitan). Kekurangan itu lah yang setiap hari berusaha ku perbaiki, namun entah sudah berhasil atau belum.

      Aku belum mampu menyusun paragraf – paragraf secara padu. Ide – ide pada setiap paragraf tidak saling mendukung, tidak saling melengkapi. ‘Mereka’ seolah – olah hidup dalam dunia mereka masing – masing yang oleh penulis bodoh malah berusaha dipersatukan. Ide – ideku berhamburan. Banyak sekali runtut peristiwa yang tidak padu, tapi berusaha dipadukan.

      Aku tidak pintar melakukan ‘deskripsi’. Kalimat – kalimatku terlalu ‘aku’. Terlalu menekankan ego si tokoh utama, tanpa memedulikan deskripsi keadaan sekitar. Padahal deskripsi sangat perlu dilakukan supaya pembaca bisa berimajinasi tentang suasana tempat yang menjadi setting cerita.

      Aku merasa bodoh. L Ilmu menulisku sangat cetek. L Bagaimana bisa novelku diterima penerbitan, kalau karangannya saja tidak tersktruktur dengan baik? Bagaimana bisa memunculkan ‘ruh’ karangan, kalau menyusun kepaduan paragraf saja masih sulit? L

      Aku bingung. Aku sudah berlatih menulis setiap hari. Aku sudah membaca banyak karangan orang lain. Tapi masih saja terasa sulit. L

      Aku berencaa kuliah bahasa indonesia selepas lulus nanti. Aku tidak tahu apakah itu benar – benar akan kulakukan atau tidak. Hanya saja.. aku sangat ingin memperbaiki kualitas karyaku. Aku ingin punya karya yang indah. Seperti karya – karya Dewi Dee Lestari, seperti karya Tere Liye, atau J.K Rowling.

Aku ingin bisa berdeskripsi dengan baik, seperti mereka. Bisa punya paragraf – paragraf padu, seperti mereka. Bisa mengembangkan imajinasi sedemikian bebasnya, seperti mereka.


Aku tidak mau kalah, aku tidak ingin menyerah. Aku tetap mau jadi penulis. Titik.


Sabtu, 10 Mei 2014

Fenomena 'Ekshibisionisme'

Aku punya pemberitaan penting untuk seluruh perempuan di Komplek Persada ( Kalau – kalau ada anak komplek yang baca postingan ini, tolong didengarkan baik – baik ).

      Beberapa hari yang lalu, temanku Gustina mengabarkan berita ‘Maha Penting’ sejagad raya yang bikin aku bergidik ngeri.
“ Lo pernah ketemu sama Bapak – Bapak yang jualan es krim Wals gak? “, tanyanya serius.
“ Hmm... pernah lihat pas dia lewat – lewat. Tapi kalo beli es dia sih gak pernah, papasan lama sama Bapak itu juga gak pernah. Emang kenapa?,” jawabku heran.
Gustina menggeser duduknya lebih dekat ke arahku.
“ Itu Bapak ngeri banget tau gak!!!,”
Aku penasaran.

“Emang kenapa sih?,” tanyaku tidak sabaran.
“ Adek kos gue Zar... pas pulang kuliah. Dia gak sengaja papasan sama Bapak itu. Pas di simpang sepi gitu, dia lihat tu Bapak lagi pipis di bawah pohon. Ya udah kan, dikiranya emang gak tahan lagi apa gimana. Jadi dia cuek aja. Trus si Adek kos gus maksud hatinya mau langsung ngelonyor pergi. Ngapain juga kan ngelihatin orang pipis. Tapi elo tau gak apa??? Itu Bapak tiba – tiba aja langsung berbalik ke araah Adek gue dan langsung ngeliatin ‘barangnya’ ke Adek gue!!!! “,

“WHATTTT????,” Aku syok setengah mati.
“ Iyaa!!!!!! Dia ‘memperlihatkan barangnya’ ke Adek gue. Kemaluannya Zar!!! Adek gue syok lah... dia langsung teriak. Trus lari balik ke kos. Tapi si Bapak katanya malah ketawa – tawa kesenengan. Ngeri kan...,”
Gustina bercerita sambil memasang wajah miris. Aku bergidik ngeri.

“ Trus ada lagi Zar. Temennya Adek kos gue, cewek juga. Dia juga ketemu sama Bapak itu. Dari awal dia masuk gang komplek, dia udah lihat Bapak itu pipis di pinggir jalan. Elo tau kan, jarak dari jalan masuk gang komplek ke tempat pipis Bapak itu ‘yang deket pohon gede’ kan sebenarnya lumayan jauh. Masa iya pipisnya gak selesai – selesai kan? Temennya Adek gue tu heran aja Zar. Makanya dia ngeliatin. Lagian dia mikir ‘kok ini Bapak – Bapak gak tau diri banget, pipis di pinggir jalan.. padahal jalanan lagi rame’. Tiba dia ngelewatin Bapak itu, eh.. si Bapak tau – tau langsung berbalik ke arah dia dan memperlihatkan ‘barangnya’... parah banget kan!!!!,”

Aku semakin bergidik ngeri.
“ Kok gitu sih.. ih... ngeri banget. Kok dunia tambah parah gini sih,” aku menggeleng – gelengkan kepala, prihatin.

“ Gue juga pernah ketemu sih Zar. Waktu itu kan siang – siang. Cuaca lagi panas banget. Otomatis dong gue jalannya nunduk. Trus gue ketemu Bapak itu, lagi dan lagi dia pipis di pinggir jalan. Cuma karena gue udah denger cerita dari Adek – Adek itu, akhirnya gue langsung jalan cepet dan ngehindarin dia,”

Asli.. cerita Gustina tentang ‘fenomena sosial di komplek’ bikin aku benar – benar terkejut.
Aku gak nyangka ternyata peristiwa seperti ini juga terjadi di sekelilingku. Ku kira, peristiwa itu hanya mungkin terjadi di kota – kota besar saja, dan bukan terjadi di wilayah pinggiran seperti tempat kami nge-kos. Gak taunya sama aja.

      Berdasarkan ilmu Sosiologi dan psikologi, hal yang dilakukan Bapak Penjual Eskrim itu disebut dengan penyimpangan seksual Ekshibisionisme. Ekshibisionisme merupakan bentuk penyimpangan seksual dengan cara memperlihatkan organ vital atau kemaluan kepada lawan jenis. Dan apabila si lawan jenis merasa risih atau menjerit takut, si pelaku akan semakin terangsang.

      Setelah mendengar berita ‘Maha Penting’ dari Gustina, aku langsung mengabarkannya pada teman – teman satu rumah. Supaya mereka berhati – hati apabila tidak sengaja bertemu dengan si Bapak.

      Satu hal penting yang pada akhirnya mengganggu pikiranku.
‘Anak – anak komplek sini pasti pada suka makan es krim. Gimana kalo mereka yang ketemu sama Bapak itu dan ‘diperlakukan’ sama kayak teman – temanku?’



Dunia ini makin kacau. -_-

Kamis, 08 Mei 2014

Let Me Cry; Again

Seringkali hati ini lelah, Tuhan.

Sering sekali airmata tidak juga cukup menghilangkan sempit di dada.

Sering sekali dunia tidak pernah menampakkan indahnya.

Tuhan, aku lelah.

Rabu, 07 Mei 2014

Tak Pernah Ada yang Kekal

Sudah menjadi isyarat alam, bahwa kehidupan adalah tentang saling meninggalkan.

Seperti daun - daun yang terlepas dari tangkai.

Seperti waktu - waktu yang tertinggal di belakang.

Seperti kematian dan kehidupan.

Seperti cinta dan kemeranaan.

Tak pernah ada yang kekal.

Selasa, 06 Mei 2014

Gara - gara 'Furing'

Sekitar tiga minggu yang lalu, aku resmi mempermalukan diriku sendiri gara – gara penyakit lupa.

Pada hari itu, karena aku kehabisan stok pakaian, aku pinjem Dress punya Adek buat dipakai ke kampus. Dressnya panjang warna hitam.

Selepas mandi, aku segera berdandan. 
Tema hari itu adalah aku mau dandan ala ‘ukhti’. Jadi jilbab paris yang sebenarnya pendek,  kupanjang – panjangkan sampai sebatas pinggang.
Gak ada niatan apa – apa sih manjangin jilbab gitu. Cuma supaya lebih nyaman aja.

Setelah selesai dandan, aku cabut ke luar kos,..melenggang menuju warung nasi uduk di ujung komplek untuk mengisi perut.

Sepanjang jalan, aku gak nemuin siapa - siapa. Maklum masih pagi banget, anak - anak kos dan Ibu - Ibu masih pada aktivitas di dalam rumah.

Pas sampai di warung, tiba - tiba aku langsung disambut oleh pandangan mata bujang - bujang yang tiada hentinya menatap ke arahku. Aku heran. Kenapa itu bujang  - bujang pada ngeliatin semua?

Apa karena jilbab aku yang terlalu panjang?(sampe 'kayak' teroris??) Atau karena aku kelihatan cakep banget (asli, sampai sempet mikir gini. Hahaha, memalukan)

Tapi akhirnya aku memilih cuek. Terus langsung memesan dua lontong sayur dan satu nasi uduk untuk dibawa pulang.  Setelah membayar, aku berjalan pulang ke kosan. Sampai aku mau pulang, itu bujang – bujang masih aja ngeliatin. (aku tetep stay-cool)

        Tiba di rumah, tepat di tengah pintu kosan, Adekku tiba – tiba datang dan sedikit berteriak,
“ Elo pake begitu tadi, ke warung?,” katanya syok.
“ Ya terus gimana lagi? Emang ada yang aneh?,” jawabku polos.
(Aku kira, dia mau komplain soal jilbabku yang hari itu panjang banget.)
“ Coba deh lihat lagi,”

Aku pun berjalan ke kamar untuk memeriksakan diri di depan kaca.

Dan betapa terkejutnya aku sodara – sodara.. ketika melihat di depan kaca, kudapati betisku terekspos ke mana – mana!!!!

Hiyaaaa!!!!Aku lupa pake celana panjang!!! Aku lupa kalo rok itu furingnya cuma setengah!!!


MALUUUUUU!!!

Pantesan bujang - bujang tadi pada ngeliatinnn...

Memalukannn... !!!!!Jilbab udah dipanjangin, eh kaki malah dibiarin ke mana – mana. L


Aku maluu... ngirain mereka segitu terpesonanya sama aku. Hiyaaaa... gak taunya cuma ngeliatin betis doang. -_-"


*Mari menyalahkan tukang buat baju, yang jualan baju kekurangan bahan. 
(lihat furing rok warna hitam. Furing itu lah yang berhasil mempermalukanku, menyebalkan!)


Semoga bujang - bujang itu segera diserang penyakit lupa, supaya gak inget lagi sama kejadian itu. 
Fiuhhhh..... -_-



Senin, 05 Mei 2014

Kering

Gejala yang lama muncul lagi. Belakangan ini, udah hampir dua mingguan gak bisa lagi nulis puisi.

Gak tau deh, ide nya kayak macet gitu.

Kayaknya objek puisi semakin mengabur. Aku sampai kehilangan kata - kata.

Hiyaa... butuh objek baru. Cari dimana ya?


Minggu, 04 Mei 2014

Mengenang Tuan May

Sampai sekarang, aku masih sering mikir lho Tuan..

'Kenapa sih dulu kita bisa saling 'tau', tapi terus pisah setelah beberapa bulan lebih dekat?'

Kenapa Tuhan menitipkan orang baru; buat kamu, juga buat aku,.. ketika kita berdua hampir membuat keputusan?

Mungkin Tuhan emang gak pernah pengen kita sama - sama ya?

Mungkin Tuhan tau kalo aku sama kamu gak akan pernah cocok?

Maksudku.. kenapa sih kita harus dipertemukan, ketika pada akhirnya kita tau kalau hubungan kita cuma sekedar gitu - gitu aja? gak ada ujungnya?

Kenapa ya?
Atau salah aku yang ragu?

Tapi dari awal aku udah tau sih.. kamu akan sulit serius.

Mungkin dari awal kita emang gak saling yakin ya. Mungkin.

*Akuhh ngomongg apahhhhhh. hahaha






Sabtu, 03 Mei 2014

Jodoh

Baru dapat kabar dari Mbak di Bangka,

" Mbak Sari mau nikah lho.. abis lebaran, sama pacarnya yang kemarin,"

Aku pun langsung tertegun.

Sebuah pertanyaan besar tiba-tiba muncul lagi dikepalaku;

' Mbak Sari bakal nikah sama pacarnya yang udah bertahun - tahun dipacarin. Mbak Yuli malah udah nikah sama pacarnya yang juga udah dipacarin bertahun - tahun.
Jadi, sebenarnya jodoh itu gimana sih? ditunggu, menunggu, dikejar, diusahakan, atau.. nanti bakal datang sendiri kalau sudah waktunya? '

-

Hunian

Dalam hidup, kita selalu dihadapkan pada banyak masalah. Masalah apa saja, kapan saja, dimana saja.

Masalah kami di kosan ini pun banyak banget.


Contohnya:

1. Sudah hampir satu tahun saluran air di kamar mandi itu mampet. Ibu kosan gak pernah mau tahu dengan segala keluhan kami. 

2. Dari awal masuk kosan, kusen - kusen di kosan ini sudah banyak yang bolong yang menyebabkan kecoak - kecoak tumbuh subur di dalam sana. 
Karena aku fobia kecoak, aku pun berinisiatif untuk menutup lubang - lubang kusen dengan menggunakan lakban (plester hitam besar). Syukurlah, masalah kecoak lumayan bisa diselesaikan.

3. Kalau hujan deras, kosan kami banjir. Air hujan merembes masuk melalui lubang angin di kamar sebelah. Tapi kami tetap berusaha bersabar, mengingat kontrak kosan ini baru akan habis di bulan November nanti.

Terakhir, masalah ini yang paling menyebalkan;

4. Mesin air dikosan ini rusak. Akibatnya ; kami harus mengangkut air secara manual dari sumur di belakang rumah.

Miris banget kan? pernah gak sih kalian menemukan anak kosan yang begitu gigih seperti kami?

Setiap pagi dan sore hari, kami punya jadwal tetap untuk mengangkut air sebelum mencuci, juga mandi.

Sebenarnya capek, tiap hari ngangkut air. Rasa-rasaya hidup kok yo ngenes banget...



Tapi lagi-lagi, karena gak ada pilihan lain,... aku harus belajar tabah.

Belajar menerima keadaan ini. Aku kan gak mungkin minta uang Orangtua supaya bisa pindah kosan. Manja banget kan...
Mau ganti mesin air juga gak mungkin kan, gak ada duit. Dan Ibu kos lagi - lagi gak pernah mau tahu dengan segala penderitaan kami. (merana ohh meranaaa) :(

Sering sih.. ketika pulang kuliah dan capek, rasanya berat untuk ngangkut air.. rasanya kesel, rasanya bete.

Tapi mau gimana lagi? kami kan bukan mahasiswi-mahasiswi yang terlanjur cantik sampai - sampai semua bujang di komplek ini mau dan mampu bantuin kami ngangkut air. Fiuhh...

Mau numpang mandi di kosan temen tiap hari pun rasanya gak mungkin. Kesannya jadi kayak nyusahin banget kan.

Akhirnya, aku cuma bisa berusaha tabah. Menjalani bulan - bulan sebelum sidang akhir dan wisuda dengan hati yang di lapang-lapangkan.


*Beritanya: Senin lalu, Adek nginep di kosan temennya. Dia bilang, bosen ngangkut air. Mau libur sehari aja.


Fiuh... hidup ini memang berat.