Minggu, 30 September 2012

Waktu


Waktu itu seperti air minum yang mengalir ke tenggorokan ketika kita haus
“ Tidak terasa, tiba – tiba sudah habis.
Bukan sekali saya berpikir untuk bisa kembali ke masa lalu, memperbaiki semua kesalahan, ataupun menikmati tiap detik waktu di masa lalu dengan lebih bermakna.

Walau akhirnya kita tau bahwa kita tidak pernah bisa untuk kembali.
Kita hanya bisa mengingat waktu – waktu dulu sebagai sebuah kenangan.

Sekarang, saya bahkan sudah mulai memikirkan : bagaimana saya ketika tua nanti, apakah saya akan sempat mengunjungi tempat – tempat yang saya inginkan ? apakah saya nanti akan punya cukup banyak uang untuk itu semua?

Tidak terasa, waktu saya di Universitas menjadi semakin sedikit. Saya hanya menjalani semuanya seperti sebuah rutinitas, tidak ada yang spesial. Tiba – tiba saja sekarang saya sudah semster lima, tiga semester lagi saya akan lulus.

Selepas itu, saya hanya berharap pada Tuhan agar diberikan kesehatan selalu dan pekerjaan yang keren, agar hidup saya dan keluarga bisa lebih sejahtera nantinya. Amin.

Senin, 17 September 2012

Luruh


Hasrat itu mulai luruh
Hanyut bersama setiap helai harapan yang sudah – sudah
Tidak ada yang perlu disesalkan, tentang  keterpesonaan perasaan
juga tentang keadaan saling meninggalkan dahulu, kala itu.

Hasrat hanyalah seperti matahari. Ia akan memancar pada waktunya, dan pergi secara seharusnya.
Lalu aku, tidak akan mau memaksanya untuk terus ada.
Biarlah nanti alam yang akan membawa serta  cinta, dalam cuaca cerah yang menentramkan jiwa.

Entah mengapa, rasanya sekarang aku hanya ingin melihat kepada kejauhan.
Kepada sebuah hari dimana aku sedang berlarian ditepi pantai, dan dia menungguku di ujung sana..
Dimana saat itu aku akan benar – benar bahagia entah dengan siapa dan seperti apa.

 Yang nyata sekarang aku terlalu bosan untuk  berputar – putar lagi, memulai lagi, dan mungkin juga mengakhiri lagi.
Aku pun tau, menunggu bukan pilihan yang tepat bagi kesejahteraan hati.

Maka biarlah kita menjadi elang. Yang bergerak bebas dan terbang kemana saja sesukanya..
Mencicipi sedikit kenikmatan di bawah sana, untuk kemudian terbang lagi.
Mencari, terus mencari keinginan sejati yang suatu hari pasti  kita temui.


Sebuah Jalan, Sebuah Pilihan


Sebuah jalan, tidak selalu lurus dan langsung mencapai tujuan. Ada kalanya kita harus melewati jalan yang penuh belokan, dan harus beberapa kali memutar barulah kemudian dapat sampai pada tujuan. Saya pikir hal itu juga berlaku pada hidup.

                Dalam beberapa waktu terakhir, saya menyadari satu hal. Adalah hal yang selama ini saya kira sudah hilang, atau mungkin sudah layu lalu tertimbun debu dalam hati saya. Tapi ternyata masih tetap hidup, dan semakin membesar pendaran cahayanya.

                Adalah tentang kecintaan saya terhadap baris – baris puisi, tentang berbagai aturan bahasa yang harus dipahami, tentang cerita – cerita pendek yang terasa begitu menyenangkan, tentang drama, tentang Rendra, tentang Chairil, juga Willy Siswanto. 

Dalam beberapa waktu terakhir, saya merasa merindukan. Pada suasana perpustakaan SMP saya dulu, tentang siang hening dalam perpustakaan temaram itu. Dan saya duduk di salah satu meja panjang di sana, tenggelam dengan beberapa buku puisi lama. Pada saat itu, saya merasa bahagia dan damai. Saya merasa berada pada sebuah dimensi waktu yang berbeda. Ketika itu, saya merasa memiliki dunia saya seutuhnya.

Lalu saya dihadapkan pada kenyataan bahwa yang menjadi pilihan saya saat ini adalah bukan sastra. Apakah kemudian saya harus menyesali dan membuang tahun – tahun berharga saya yang sudah saya lalui dengan teori-teori politik, lalu berbelok untuk menemui kembali cinta saya dalam lembaran – lembaran buku bahasa?
Saya pikir melakukan hal tersebut adalah kebodohan terbesar. Saya tentu tidak perlu menyesal. Saya ikhlas menerima ini sebagai sebuah jalan terbaik yang dipilihkan Tuhan untuk saya. Dan tentang cinta saya itu, bukankah katanya cinta tidak harus memiliki? Mungkin cinta saya bisa menjelma seperti angin. Yang tidak terlihat, namun tetap ada dan memberi nafas bagi saya. Saya bisa hidup dengan cinta itu, belajar otodidak dengan seluruh hasrat yang saya punya.

Apabila takdir baik berpihak pada saya, mungkin suatu hari saya benar – benar bisa memilikinya. Menikmati suguhan bahasa dibawah naungan lembaga resmi yang ternama. Suatu hari, entah hari itu ada atau tidak.
Sekalipun tidak, saya akan tetap menyimpan cinta itu sebagai bagian dari hidup saya. Sebagai sebuah lentera yang menyinari dalam hati, yang pancaran cahayanya tidak boleh redup apalagi mati.

Jumat, 07 September 2012

Patah Hati


Adalah ketika saya bahkan tidak bisa menahan airmata saya. Ketika saya tidak bisa menahan diri untuk tidak menangis saat ia mengatakan kepada saya bahwa ia tidak menyukai saya. Hal pertama yang saya rasakan adalah sakit. Sakit yang terasa nyeri yang entah berasal dari mana. Saya harus menghadapi kenyataan  bahwa hari – hari yang akan saya lewatkan setelah berpisah dengannya pastilah akan menjadi hari – hari yang begitu berat. Menghabiskan waktu – waktu seorang diri tanpa dia yang biasa menemani saya.
                Saya dan dia tidak pernah putus, juga tidak pernah jadian. Kami hanya teman, ya. Saya menemaninya ketika pacarnya tidak memiliki waktu yang banyak untuknya, dan saat itu saya juga sedang dirundung duka selepas berpisah dengan teman dekat saya. Kemudian saya dan dia menjadi dekat. Banyak hal yang sudah kami lewatkan bersama, saya bahkan sempat mengurusi beberapa keperluan pribadi miliknya yang sepertinya tidak mungkin dilakukan oleh seorang teman biasa.
                Kemudian hal itu berlangsung cukup lama, hingga menimbulkan perasaan tidak rela bagi saya untuk dia bersama wanita lain, mengingat dia yang memang memiliki pacar. Tapi bukankah kami memang tidak terikat ? Berulang kali saya belajar untuk mengerti mengenai posisi saya. Namun waktu sepertinya membuat saya begitu ngotot. Akhirnya saya memutuskan untuk bicara. Bukan supaya dia memilih saya, atau supaya ia dan pacarnya bisa segera putus. Saya bicara hanya untuk ketenangan dalam hati saya, agar saya tidak terlalu lama merasakan cemburu yang tidak seharusnya saya rasakan.
                Dan setelah hari itu, kami pun berpisah. Ia tidak menghubungi saya, dan saya belajar untuk berhenti menghubungi dia. Saya tau, saat – saat moving on merupakan saat yang berat untuk dilewati. Tapi saya percaya bahwa suatu hari saya akan menemukan seseorang yang baru lagi. Yang memang layak untuk saya kasihi. Meski untuk hari ini, saya tau bahwa orang itu bukan dia.