Saat
ini, aku berada di lingkungan yang mengganggap bahwa ‘mengejek’ dan ‘
membanggakan diri sendiri’ merupakan bagian dari esensi candaan.
Agak mengherankan, juga.. tentu
saja menyebalkan.
Bagaimana tidak, jika hari ini saja aku harus
mendengar bercandaan yang sebenarnya sudah terjadi berulang – ulang (dan tidak
lagi ingin kudengar) tapi masih saja dilakukan?
Jadi
hari ini.. salah satu teman dekatku membahas lagi tentang foto SMA milikku.
Dalam foto tersebut, rambutku masih sangat pendek sehingga membuat wajahku terlihat
begitu bulat.
Siang tadi dia membuka – buka buku catatan kuliahku dan menemukan
foto itu disana.
Tak
henti – hentinya kemudian dia ‘mencandai’ku dengan menggembungkan kedua pipinya
juga menjulingkan mata. I dont know, apa yang membuat dia mau melakukan itu
berulang – ulang kali dalam beberapa semester, setiap kali melihat foto itu?
Aku
suka foto SMAku, kupikri wajahku saat itu terlihat lucu dan polos. Maka
kuselipkan foto tersebut dalam catatan kuliah. Secara otomatis foto tersebut
kubawa kemana – mana.
Apa dia berpikir bahwa ‘mencandai’ku
dengan ekspresi ‘kegemukan’ begitu akan terlihat begitu menggemaskan dan ‘lucu’?
Aku
tidak suka! Bukan karena aku tidak terima kalau dia mengejekku gendut! Tapi
karena ketika SMA.. aku tidak segendut yang dia bayangkan!!!!
Hanya karna waktu itu rambutku
kupotong sangat pendek, sedang wajahku ‘dari sononya’ emang bulet. Jadilah
difoto... segalanya terlihat bulat.
( hahaha.. foto ku lucu kan? agaggagagagagag)
Fiuh.. rasanya kesal. Padahal temanku
juga tahu, kalau aku tidak pernah suka setiap dia membahas hal itu. Tapi tetap
saja... hal itu terus dia lakukan.
Berulang – ulang, setiap semester ( sejak
pertama kali dia menemukan foto itu ). Apa dia tidak juga sadar kalau aku
begitu ‘ jengah’?
Apa
sih...esensi dasar tentang ‘ Bercanda’? Bukankah bercanda adalah sebentuk
ekspresi perasaan yang bertujuan untuk membagi keceriaan dengan orang lain?
Jika hasilnya malah menimbulkan rasa jengkel.. apa itu masih bisa disebut ‘BERCANDA’??
Entahlah.