Senin, 31 Maret 2014

Aku Ingin Ayah Bersama Kami Lebih Lama

Aku ingin Ayah bersama kami lebih lama.
Turut bergembira saat aku diwisuda. Turut berbahagia, meski tanpa selempang di dada.


Aku ingin Ayah bersama kami lebih lama.
Turut mencicipi gaji pertama, lalu mentertawakan kesepian Novia di seberang sana. Bisa membelikan apa saja yang Ayah suka.


Aku ingin Ayah bersama kami lebih lama.
Ikut berkomentar ketika beberapa lelaki datang bertandang, lalu memilihkan siapa yang paling sopan.


Aku ingin Ayah bersama kami lebih lama.
Melihatnya membusung bangga atas kehadiran cucu pertama.
Melihatnya memiliki banyak teman laki - laki di dalam rumah kami.

Tidakkah Ayah ingin melakukan itu semua?

Maka sehatlah, Yah.. berbahagialah.

Sebab Aku ingin Ayah bersama kami lebih lama, selama waktu yang kita punya.

Sebab aku ingin Ayah bersama kami lebih lama, itu saja.

Kujatuhkan Hujanku pada Desember

Cintaku adalah hujan.


Ia berasal dari benih – benih lautan, benih – benih comberan, benih air mata, benih – benih kehidupan dalam semesta.

Dan sebagaimana hujan, cintaku pun terbang ke angkasa.
Melesak di udara, menggumpal penuh pesona.


Pada musim, cintaku luruh.
Meleleh di atap tetangga, bersembunyi dalam tas mahasiswa, membasahi handphone mahal milik pemuda.

Kemudian cintaku menari – nari di udara. Hura – hura gegap gempita.

Cinta berbahagia, setelah hujan menunggu lama; ia dapat luruh memeluk tanah.


Menyatu dalam kisah yang indah; tepat di Desember.
Ya.
Kujatuhkan hujanku pada Desember. Kujatuhkan cinta dengan megahnya.


Meski sayang; Desember tak segera paham.

Selasa, 25 Maret 2014

Jangan Menyerah

Tidak ada yang perlu disesalkan. Segala hasil selalu sebanding dengan usaha, kan?

Meski dalam kasus 'anak orang kaya', hasil selalu bisa ditukar dengan uang: bukan dengan usaha.



Senin, 24 Maret 2014

Sepasang Bola Mata

#SepasangBolaMata

“ Kamu bilang, kamu mencintaiku?,”
“ Tapi aku ingin punya mata. Cinta macam apa yang mengharuskan kekasih untuk membuang kedua bola matanya? ,” jawabku dalam tangis.

“ Berikan saja mata itu untuk orang – orang yang tidak tulus..,” tegasmu.
“ Tapi aku butuh mataku. Cinta kita tidak sebatas kulit kan? Tidak sedangkal lidah? Dan aku pun tidak ingin membuang mataku,” aku menunduk takut.

Kamu masih memegang sepilah pisau tajam, siap mencungkil sepasang bola mataku.

“ Kalau kamu takut, aku pun akan membuang dua mataku. Biar cinta kita sama – sama lugu,” kamu berusaha meyakinkan.
“ Dengan apa kita bisa melihat dunia, jika mata saja kita tak punya? Lalu siapa yang akan menuntun jalan kita, jika kamu dan aku sama – sama tak punya mata?,”

Aku beranjak pergi, meninggalkan kamu dan pisaumu yang berkilat – kilat. Sejenak, aku menoleh lagi,

“ Sungguh.. kita semua butuh mata. Bukankah segala cinta bermula dari sana? Aku hanya ingin memiliki mataku. Terserah, sekalipun dengan begitu kamu anggap cintaku menjadi semu,”

Kemudian aku berlalu.



~THEEND~

Sabtu, 22 Maret 2014

The Twin

Kata orang - orang, setiap manusia pasti memiliki 7 kembarannya di dunia.

Entah benar atau tidak. Tapi kali ini aku menemukan satu kembaran; Orang Indonesia dan Aktis Korea.

Wajah mereka sangat mirip. (Menurutku)

Cekidottt yaaa......

Foto pertama adalah foto Lee Min Jung (Aktris korea; pemeran utama wanita dalam K-Drama 'BIG')





Foto dibawah ini adalah foto Nur Zammi, (Alumni SMA 4 Pangkal Pinang, Bangka, Mahasiswa Poltekkes Kemenkes Sungailiat Bangka):



Menurutku, mereka sangat mirip.

Ya.. walaupun aku belum pernah benar - benar bertemu dengan Lee Min Jung (untuk benar - benar membandingkan). Hahaha

Bagaimana menurutmu?



Jumat, 21 Maret 2014

Rasa



Aku menemukanmu, lagi dan lagi. Duduk menunggu di teras rumah, sambil menatap sebuah foto dalam dompet.

Aku berjalan menghampiri.
“ Kamu datang lagi? Apa tidak bosan?,” kataku kelu.
Kamu tersenyum, lalu melemparkan dompet ke atas meja di antara kita. Ada fotoku di dalam sana.
“ Aku ingin membeli rumah ini, Dik,” katamu singkat. Menatap lurus kedalam mataku, seolah mencari – cari sesuatu.
 Aku tidak berniat menjualnya,” jawabku.
Bersamaan dengan itu, kamu masukkan lagi dompet ke dalam saku celana.

“ Tapi suatu hari, kamu butuh teman di dalam sini.. mungkin aku bisa,” ujarmu lagi.
Aku menatapmu heran. Berapa ratus hari sudah kamu habiskan dengan duduk di teras rumah ini? Tanpa pernah kusuguhkan minuman pun, kamu tetap saja datang.


“ Mengapa kamu begitu menginginkan tinggal disini?,” Kutatap wajahmu, berusaha mencari gurat lelah. Tapi kamu malah tersenyum lebar.

“ Ini rumah yang pertama kali kulihat, Dik...dalam perjalananku menempuh hidup. Ini rumah ternyaman yang pernah kuimpikan. Aku ingin tinggal disini, mungkin selamanya. Kalau bisa,” kamu bangkit dari duduk.
“ Mungkin sekarang aku belum akan menjualnya,” simpulku.
Kamu melangkah maju, meninggalkan teras rumah. Tapi kemudian menoleh lagi.

“ Aku akan terus kemari.. setiap hari. Sampai kamu lupa bagaimana caranya mengusirku,”
Kamu pun berlalu.

Tapi esok hari, kudapati lagi kamu.. duduk menunggu diteras rumahku. Tersenyum, selalu begitu.

~THEEND~

Selasa, 18 Maret 2014

Kaki-ku

Entah sejak kapan. bekas luka di kaki suka berubah jadi menghitam.

Iww.... ini jelek sekali. Apa sih yang salah? kok bisa ngitem?

Dulu - dulu gak pernah tuh.. :(

Jadi jelek kan kakinya. Padahal cuma bekas luka kecil.  :(

Senin, 17 Maret 2014

So,

Bagaimana bisa... wanita - wanita dalam drama, selalu bisa menemukan 'belahan jiwa' nya dengan mudah?

Sedangkan aku tidak?

Mengapa aku selalu terjebak dalam pilihan - pilihan yang tampak tidak pernah 'pas'? sedang mengejar kemungkinan baru pun rasanya sulit?

Oh Tuhan.. ini terlalu lama, kan? Mengapa Engkau biarkan aku mencari demikian lama?

Mengapa aku tak juga bisa menemukan nya?








Please

I know you... i really know you!!

And now, let me to tell you something important...

' I want you to go, far - far away from my life'.

I mean, can you stop to follow me again?

You make me so scared, okay??

Do you think, i dont know what you do? i know!!!
So, please.. let me alone!!

I Just ... i dont need someone like you. I dont need you.

I need a freedom, to do everything i want.

To write everything, to say anything.

Just let me alone? please???

Dont follow me again.


What is love?

What is love?
Maksudku, cinta antara laki – laki dan wanita itu seharusnya seperti apa?

            Sepertinya aku terlalu banyak mendengar pendapat orang. Juga.. terlalu banyak menerima ‘paradigma cinta’ berdasarkan film - film drama. Sehingga aku tidak pernah punya patokan yang kuyakini dengan benar. Maksudku, dari awal aku memang cenderung kurang mengerti. Dan ditambah dengan berjubelnya paradigma – paradigma lain dalam kepalaku,.. justru semakin mengacaukan segalanya.
Aku sering mendengar bahwa ada sekelompok orang yang berpikir bahwa cinta bisa diukur dari kepemilikan materi. Berapa banyak uang yang dimiliki, maka hal itu akan berbanding lurus dengan takaran perasaan, serta waktu yang bisa dihabiskan untuk bersama.
Sekelompok orang yang lain justru beranggapan bahwa cinta tentu bisa didapatkan melalui paras yang cantik atau tampan. Artinya, kita bisa berbahagia jika memiliki pasangan yang rupawan. Tapi benarkah adanya demikian? Kalau begitu.. jika kita tidak cantik/ tampan (atau bahkan cenderung jelek), maka kita tidak berhak merasakan cinta? Begitukah? Oh.. kalau begitu, betapa dunia sangat tidak adil dalam membagi takaran cinta.
      Ada pendapat lain yang menyatakan bahwa cinta bisa datang dari mana saja, sejauh perasaan itu bisa membuat kita bahagia. Terserah apakah kamu benar – benar bisa ‘menyentuh’ pasanganmu atau tidak. Yang penting, kamu bisa merasakan kehadirannya. Hmm.. kalau dipikir – pikir, apakah bisa hal ini disebut cinta? Contohnya; pasangan dunia maya. Mereka saling memiliki di chating, saling memiliki di handphone, tapi tidak pernah bertemu di dunia nyata. Apakah ini masih bisa disebut cinta? Terdengar agak konyol ya? hahaha
      Paradigma yang paling sering kudengar dilingkunganku sekarang adalah paradigma yang berasal dari kelompok ‘orang suci’. Mereka beranggapan bahwa cinta itu murni pemberian yang Kuasa (tentu saja ini tidak diragukan lagi). Kita tak perlu terlalu rumit memilih, sebab cinta akan selalu tiba pada saatnya. Dan Tuhan yang akan memilihkan, dan menjodohkan.

But... i dont know.. Segalanya membuatku semakin tidak mengerti.


Jumat, 14 Maret 2014

Dongeng : Ougust dan Sepotong Emas


Aku berjalan penuh semangat. Langkahku ringan menuju hutan di lereng gunung. Inilah pekerjaanku sehari – hari. Mengumpulkan kayu bakar untuk ku jual ke pasar. Sedang setengahnya lagi akan digunakan oleh Nenek untuk memasak di rumah.

“ Ingat yang Nak. Jangan pernah melakukan hal lain di hutan, selain mengumpulkan kayu bakar. Kamu ingat kan kalau itu hutan terlarang? Sekali kamu macam – macam, kamu tidak akan bisa pulang,” begitu pesan Nenek.

Selalu ku ingat kata – katanya baik – baik.

Sesampainya di hutan, aku langsung mengumpulkan tiap – tiap kayu bakar yang kutemukan.  Kayu – kayu tersebut langsung kumasukkan dalam gerobak kayu.
Sayang, hari ini persediaan kayu bakar agak menipis. Jadi aku terpaksa harus masuk lebih dalam untuk mengumpulkan lebih banyak.

Sejujurnya aku merasa takut. Aku pernah melangkah lebih jauh ke dalam, dan telah kutemui berbagai hal aneh di dalam sana. Misalnya saja, aku pernah bertemu sesosok perempuan mengerikan yang menggantung dirinya di ranting pohon besar. Atau peri – peri kecil yang terbang dan menawarkan buah – buah manis kepadaku.

Nenek bilang, sosok – sosok yang kutemui itu sebenarnya adalah orang – orang yang dulu melanggar janji. Melanggar janji untuk tidak berbuat macam – macam di hutan. Akhirnya, mereka tidak pernah bisa pulang, lalu menetap menjadi sosok – sosok seperti itu.

Aku melangkah mantap. Aku harus mengumpulkan kayu secepat mungkin, kemudian pulang.

Ketika aku berjalan masuk ke tengah hutan, tanpa sengaja aku menemukan sosok aneh di pinggir kolam.
Sosok tersebut adalah gadis Hobit yang tampak kesepian. Rambutnya merah dan panjang, kulitnya pucat. Ia mengenakan gaun putih panjang, duduk bersila dipinggir kolam.

Aku melangkah mendekatinya. Berusaha tidak menyentuh, hanya berdiri beberapa centi di sampingnya.
“Hei, Siapa namamu? Dan apa yang kamu lakukan?,” kataku.
Kulihat tangan si gadis sibuk menepuk – nepuk air.

“ Aku Ougust, aku ingin mengambil emas di bawah sana”, katanya singkat. Sekarang, tangannya tampak mengepal di dalam air.

Aku tertawa lucu. Terbersit rasa heran di pikiranku.
“ Kalau kamu mau mengambil emas di dasar sana, mengapa kamu tidak menyelam saja?,”saranku.
Bisa kulihat sepotong emas berukuran cukup besar di dasar kolam. Kupikir, kolam ini tidaklah terlalu dalam untuk bisa diselami. Mestinya, mengambil emas tersebut adalah hal yang mudah.

“ Tidak, aku takut tenggelam,” jawabnya singkat, masih sambil mengepalkan tangan dalam air.
“ Kalau begitu, kenapa tidak kamu kuras saja airnya? Dengan begitu, kamu tidak akan tenggelam, kan?,” kataku lagi.

“Aku tidak bisa, kolam ini tidak akan indah lagi tanpa airnya,” jawabnya mantap.

Aku pun beringsut menjauh. Mendengus sebal. Sungguh, aku tidak mengerti, mengapa ada orang bodoh seperti itu? Kalau dia menginginkan emas, mengapa dia tidak mau berusaha mendapatkannya? Mengapa dia hanya berdiam di pinggir kolam, berharap kalau emas itu akan naik dengan sendirinya? Berharap bisa memiliki emas, hanya dengan menggapai air saja?

Mengapa dia lebih suka menikmati ilusi? Menikmati pantulan emas di atas air, padahal ia hanya buang – buang waktu untuk sesuatu yang tidak bisa dia punyai?
Aku mendengus kesal. Fiuhh..sudahlah, itu bukan urusanku.

Kudorong gerobak kayu, lalu melangkah meninggalkan tempat itu.

~THE END~

Kamis, 13 Maret 2014

Tulisan dan Penulis

Oke.. mungkin memang ekspektasi ku terlanjur tinggi untuk segala hal yang berbau 'tulisan' atau 'karangan'.
Entah itu puisi, artikel, rangkaian kalimat dalam skripsi, atau bahkan sekedar tulisan tidak penting dalam status atau blog seseorang.

Well, setiap kali aku melihat tulisan (dalam bentuk apapun) karya seseorang, maka yang kulakukan pertama kali adalah mengkritisi struktur kalimat (kalimat tidak boleh punya anak kalimat, dalam artian hanya boleh terdapat satu ide dalam satu kalimat), serta bentuk - bentuk kata yang digunakan (apakah si penulis menggunakan kata - kata baku, apakah penulis tidak bisa membedakan antara kata baku dan tidak baku, apakah penulis bisa membedakan antara kata dalam bahasa gaul ataukah kata dalam bahasa secara formal).

Setelahnya, aku bisa menyimpulkan... apakah ide dalam status atau tulisan tersebut cukup penting atau tidak, apakah penulis terlanjur bodoh dalam bahasa (terlihat dari kata - kata yang digunakan), atau apakah penulis adalah sosok yang 'kosong' tapi berusaha agar terlihat 'berisi'.

Terlepas dari latar belakangku yang sama sekali tidak pernah menempuh pendidikan formal dalam bidang sastra dan bahasa, tapi aku selalu merasa kalau aku cukup kompeten dalam bidang kritik mengkritik tulisan, atau karang - mengarang kalimat.
Kenapa? karena aku terlalu mencintai hal - hal tersebut. Dan aku tidak pernah mentolerir segala bentuk kesalahan kecil yang biasa dilakukan orang - orang terhadap bahasa.

Oke. Kuakui kalau aku pun tidak terlalu mahir dalam menulis. Misalnya, aku tahu novel karanganku 'tidak hidup' dan dalam beberapa bagian 'cenderung membosankan'. Aku tahu kalau aku tidak terlalu pintar menggunakan majas dalam puisi - puisiku, tidak terlalu cerdas memilih analogi dalam puisi, sehingga puisiku seringkali terbaca kurang 'cerdas'. 

Tapi bisakah kugunakan 'sedikit kebangganku' agar orang lain bisa menganggapku cukup kompeten?

Faktanya, aku tidak pernah mendapatkan nilai di bawah 8,5 untuk nilai Bahasa Indonesia. 
Aku mendapatkan nilai 9 untuk mata pelajaran Bahasa Indonesia saat Ujian Nasional SMP (tanpa mencontek). 
Aku mendapatkan nilai A untuk mata kuliah Bahasa Indonesia di kampus.
Aku memproduksi ratusan puisi sepanjang tahun, beberapa dongeng, beberapa cerpen, dan 3 novel (walaupun tidak publikasi massal). 
Aku memiliki kewajiban untuk membaca 'Horison' sebagai hiburan pokok.
(Tahukah kamu ada berapa juta remaja Indonesia yang paham bahwa membaca majalah sastra itu penting?)
Beberapa tulisanku bahkan sempat nongol di surat kabar atau media masa (aku sudah pernah membahas ini kan?).

Dari penjabaran di atas, aku cuma ingin menyatakan bahwa.. seharusnya aku berhak kan untuk mengkritisi beberapa karangan yang kuanggap 'kurang bagus' atau 'tidak cerdas' atau ' bodoh sekali'?

Aku ingin menyatakan diri bahwa 'jangan hanya karena aku tidak kuliah di bidang sastra dan bahasa, lantas aku dianggap tidak kompeten untuk bidang ini'.
Hey!! aku berani bertaruh, bahkan tidak semua mahasiswa sastra pernah menelurkan tulisan mereka di surat kabar. Iya kan?

Jadi, mengapa aku tidak berhak mengkritisi? aku punya cukup pengetahuan untuk bisa membedakan mana tulisan 'cemen' dan mana tulisan 'keren'. Waaupun disisi lain aku sadar aku tidak 'sepintar' itu.

Satu - satunya hal yang mendasariku untuk menulis postingan tentang 'tulisan' kali ini adalah karena pagi ini aku mendapat kiriman tulisan dari seorang teman. Dan sayangnya, dia bahkan tidak mengerti tentang bagaimana seharusnya bentuk 'karangan yang baik'. 
Fakta yang terjadi, dia meletakkan dua ide yang berbeda dalam satu artikel. Dia tidak menyusun satu paragraf dengan 'satu ide' (serta kalimat - kalimat yang padu di dalamnya), tapi malah menghamburkan banyak ide dalam satu paragraf. Dia tidak mengerti bahwa paragraf yang baik seharusnya terdiri dari sedikitnya 5 kalimat. Dia tidak membuat judul untuk artikelnya, dan dia juga tidak membuat kutipan langsung (yang sebenarnya diperlukan) dalam artikel.

Well, ini cukup membuatku tidak nyaman. Akhirnya, aku tahu kalau (sepertinya) dia perlu banyak belajar. Tapi aku pun sadar kalau aku juga 'tidak secerdas itu' (aku tahu diri lho!). 
Yah... mungkin kami sama - sama perlu belajar, atau mungkin belajar bersama - sama? mungkin saja.

Note :
Aku berharap suatu hari nanti, tidak ada laki - laki yang memberiku satupun puisi karangannya. 
Kecuali laki - laki itu percaya bahwa dia adalah penulis unggul. 



Rabu, 12 Maret 2014

Untuk Bapak Nelayan yang Tersesat

Dan ketika jangkar telah kau angkat, engkau tak pernah berhak kembali..
Kepada dermaga ini, kepada pasir yang telah kau cerabuti.

Hanya sekali kau boleh datang kemari; untuk tinggal.

Jika tidak? Lupakan.

Senin, 10 Maret 2014

Dik, Bukankah Kamu Sudah Dewasa?

Salahkah Kakak yang belum bisa bekerja? Salahkah Kakak yang selalu mengatur segala hidupmu, segala kebutuhanmu, membatasi segala gerakmu?

Salahkah Kakak yang tidak bisa membelikan segala keinginanmu?

Salahkah Kakak yang cerewet, mengatur agar kamu tidak boros, agar kamu bisa mengatur hidupmu sendiri? agar kamu lebih mandiri?

Haruskah Kakak menanggung semua beban kehidupan kita dan membiarkanmu tidak pernah mau mengerti dengan segala keadaan ini?

Sungguh lelah rasanya, Dik. Bukankah kamu sudah dewasa? Tidakkah kamu mau belajar memahami, sedikit saja?

So, I Cry

Bodoh. Berapa hari sudah kuhabiskan untuk menangis. Menanggung kesal dan marah dalam hati. Menumpahkan sakit seorang diri.

Sungguh.. aku kian lelah. Tak pernah ku sangka segala yang kuberi akan selalu kurang baginya.

Bukankah segala telah kulakukan? Aku bahkan tak punya apa - apa lagi sekarang.

Aku bahkan sudah lupa bagaimana caranya bersenang - senang dengan diri sendiri. Kulupakan segala untuk dia, yang mungkin lebih butuh. Lalu?

Tetap saja segala tak pernah sempurna baginya. Segala masih saja salahku, yang tak bisa mencukupkan segala inginnya. Tak bisa mencukupkan segala pinta.

Tetap saja semua salahku. 

So... I Cry

Haruskah kau lempar semua kuasa ke wajahku?

Tidakkah kau tahu, aku tidak pernah bisa sekuat itu?



Minggu, 09 Maret 2014

....

Aku hanya ingin membagi keluh kesah.

Menjadikanmu obat pelipur lelah, tidak bolehkah?

Tidak bolehkah aku mencarimu, berharap bisa membagi pilu?

Mengapa tak boleh? Mengapa tak bisa?





Atau aku yang terlalu berlebihan?

Aku ingin menangis hingga tidak lagi kurasakan sesak.

Hanya saja, segala kini terasa kian memberatkan. Aku bosan menjadi tempat bersandar, sedang keluh kesah ku tak ada tempat pembuangan.

Aku lelah.

Lelah dengan keadaan ini. Mengapa begitu sulit membuatnya mengerti?

Tidakkah beban hidup harus dibagi? 

:(

Beban di punggung ini rasanya berat sekali.

Jumat, 07 Maret 2014

Dia bilang aku cerewet

Aku telah mencoba untuk ikhlas, Mama.. Belajar untuk sabar.

Tapi mengalah semakin membuatku lelah. Haruskah aku 'membunuh' diriku, Mama... agar terpuaskan segala inginnya?

Rabu, 05 Maret 2014

Komplex

* Inget jualan kaos kaki 'cupcake' punya Gus tadi.

* Inget ongkos travel 400 ribu menuju sungai.

* Inget sms yang gak dibales.

*Inget si 'foto merah'.

* Inget si 'Mas'.

* Inget orang yang foto di mesin (gak tau mesin apa) yang gede banget.

* Inget peneror 'Jangan Diretak' yang sebenernya aku tahu itu siapa, tapi yang nelepon pura - pura gak tau. Trus dikiranya aku mau peduli gitu? kayak anak - anak alay yang bahagia kalo ada nomor asing masuk hp? oalah...

* Inget proposal.

* Inget belom daftar seminar proposal (mudah - mudahan gak dapet dosen killer, mudah-mudahan jadwal seminar gak diundur).

Today

Sering saya merasa jahat.

Tidak jarang saya merasa kesal.

Entahlah..

Saya tidak mengerti. Mungkin semua memang harus saya yang tanggung, mungkin semua salah memang gara - gara saya.

Selasa, 04 Maret 2014

Blur

Tiba - tiba inget Om Jin.

Berapa hari terakhir, tiba - tiba kepikiran.

Tapi kalo sms, paling dia curiga. Dan gak percaya. Selalu gitu.

Pengen minta disimpen aja hati ini sama dia, biar aman. Biar gak lecet - lecet.

Tapi entah kemana Om Jin, udah gak ada kabar.

Mungkin dia sibuk pacaran sama Jini.