Kamis, 27 Februari 2014

#KenArok,Singosari,danKerisMpuGandring

‘Ken Dedes’ adalah seorang wanita cantik jelita yang merupakan istri dari ‘Tuggul Ametung’, Bupati wilayah Tumapel ( Bagian dari Kerajaan Kediri). Dalam perjalanan pernikahan mereka, keduanya dikaruniai seorang anak bernama ‘Anuspati’, serta seorang anak angkat bernama ‘Ken Arok’.

Namun siapa sangka dalam perjalanannya kemudian, ‘Ken Arok’ selaku anak angkat malah tega menikam ‘Ayah sendiri’ (Tunggul Ametung) hingga tewas dengan menggunakan keris buatan ‘Mpu Gandring’.
Setelah membunuh sang Ayah, ‘Ken Arok’ naik tahta (menggantikan Tunggul Ametung) menjadi Bupati Tumapel, juga mengambil alih posisi sebagai suami baru ‘Ken Dedes’.

Sepak terjang ‘Ken Arok’ dalam politik cukup beringas, sebab ia dengan berani berusaha menggoyang ‘Kerajaan Kediri’ agar mau melepaskan Tumapel menjadi wilayah yang merdeka dari kekuasaan Kediri.
Tentu saja Raja Kerajaan Kediri yaitu ‘Kertajaya’ merasa tidak terima. Kertajaya pun mengerahkan ribuan pasukannya menuju Tumpel untuk menghancurkan kekuasaan ‘Ken Arok’. Sayang, ‘Kertajaya’ kalah strategi. ‘Ken Arok’ malah lebih dulu menyerang pasukannya di wilayah Ganter, sehingga ‘Kertajaya’ dan pasukan kalah telak.


Peristiwa pembataian di Genter tersebut terjadi pada tahun 1222 yang juga menandai peralihan kekuasaan Kerajaan Kediri dari tangan ‘Kertajaya’ ke tangan ‘Ken Arok’. Tidak begitu lama setelah itu, ‘Ken Arok’ pun menyatukan Tumapel dan Kediri dalam nama baru yaitu ‘Singosari’.

Lima tahun berselang setelah peristiwa pembantaian di Genter, tepatnya pada tahun 1227, ‘Anuspati’ (anak dari Ken Dedes dan Tunggul Ametung) membalaskan dendam Ayahnya.

‘Anuspati’ pun menikam ‘Ken Arok’ hingga tewas dengan menggunakan alat yang sama (yang juga digunakan Ken Arok ketika membunuh Tunggul Ametung) yaitu keris buatan ‘Mpu Gandring’.

Sumber:

Wibowo, Wahyu. 2009. Menjadi Penulis dan Penyunting Sukses. Jakarta: Bumi Aksara

Minggu, 16 Februari 2014

Telepon

Sekian rindu dikurangi jarak sama dengan menunggu.

Mungkin lama,

Mungkin bisa,

Bisa jadi tiada.

Jumat, 14 Februari 2014

Rindu, padamu Rindu...


Kata – kata ku berlari mengejarmu,

Menempel disepatu, melekat di baju, berbisik di teligamu..

Hei!! Si tampan di negeri seberang.
Tawamu itu seperti hujan, meneduhkan.

Ah... Apalagi yang bisa kulakukan?
Pesonamu tumpah ruah tak tertahan..


Menempel di otakku, melekat di hatiku, bernyanyi aku..

Du du du .. Rindu padamu, rindu..

Jejak Kecil




Ini jejak kecilku.. di negeri ini. 
Pada sebuah negeri bernama ‘Sumatera Selatan’.

Jejak yang kecil memang, bahkan mungkin sangat tidak penting bagi semua orang.
Tapi jejak kecil ini sangat berarti buatku. Jejak kecil sebagai penghapus debu.. Debu yang ditinggalkan waktu.

#JejakKecil di “Berita Pagi Sumatera Selatan” Edisi 13 Febuari 2014.


" Kepada yang Elok "


Sudah kubilang, tidak perlu kamu tinggikan kerinduanmu kepada yang maya.
 Aku utuh.. sudah merasakannya, meski setiap kamu tanya hanyalah bungkam yang berkata - kata.
 Lalu kini, bukankah kamu yang pergi dan meninggalkan?
  
Sudah kubilang, tidak perlu kamu nyanyikan lagu - lagu kasmaran.. ketika dalam padanya aku tenggelam dalam rasa tak bertuan.
Bukankah kamu tidak akan menjawab seluruh rinduku? 

Aku bahkan sudah lupa tentang apa yang disebut bahagia, ketika kamu datang dengan suara merdu memasung jiwa.
Sekarang suara itu hilang.. lenyap dalam gema nyata yang lebih rupawan.

Apa lagi? Sudah kubilang tidak perlu kamu indahkan setiap kata yang keluar dari lisan. Aku toh sudah terlalu bosan mencumbui kemeranaan.

Yang karenanya kini aku terjatuh.. kakiku pun sempurna patah. Padahal cacat kemarin belumlah kering.

Kemudian.. 
Dimanakah kamu sekarang, cinta?  
Menarik kenangan lalu-kah? mengejar lagi bidadari tempo hari?




Puisi ini dicuri salah satu teman kuliah dari note akun facebook milikku, untuk kemudian dimuat di surat kabar.

* Ini Jejak Kecil ke tiga yang kutinggalkan setelah Cerpen "I LOve U Kartini" di "Keren Beken 2008" dan Salah satu puisiku tahun 2009 di salah satu surat kabar lokal di Bangka.

Semoga akan akan jejak - jejak kecil yang lain setelah ini. :D

Selasa, 11 Februari 2014

Pasrah

Beberapa orang terkadang ditakdirkan untuk memiliki hidup dengan jalan yang mulus, tanpa banyak riak dan kerikil. Segalanya mudah, segalanya ada, segala dia punya.
Sedang beberapa  orang yang lain malah perlu berjuang sangat keras, meski untuk mendapatkan sesuatu yang sangat kecil. Ya.. aku salah satunya.

Kusadari, semakin diri ini beranjak dewasa..semakin Allah coba dengan banyak hal yang acapkali membuatku hampir putus asa.
Sering aku membandingkan perjalanan hidupku dengan seorang teman dekat. Kulihat...kehidupannya begitu mudah, rejekinya sangat lancar, segala yang dia lakukan selalu memperoleh jalan yang mulus, segala hal tampak sangat mudah baginya.
Lalu kulihat lagi diriku,.. banyak cobaan dari Allah yang membuatku sering menangis, sering merasa takut, sering mengeluh, seringkali merasa sakit karenanya.

Beberapa hari yang lalu, Allah malah menjungkirbalikkan perasaanku. Melunturkan harapan – harapan indahku dengan kenyataan yang malah bertolak belakang dari rencana – rencana.
Terbersit dalam hati, apa Allah tidak menyayangiku? Apa Allah lebih menyayangi temanku sehingga dia lebih beruntung sedang aku begini sulit?

Kemudian kurenungi banyak hal yang telah terjadi.
Ah... bukankah nabi Yusuf dicoba dengan banyak godaan dari wanita? Bukankah nabi Muhammad juga banyak dicoba? Bukankah nabi Musa juga dicoba? Bukankah seorang nabi lainnya juga pernah dicoba dengan sakit borok sepanjang hidup? Nabi Isa juga dicoba?
Apalah artinya kesulitan hidupku dibanding mereka. Betapa lemahnya aku... kesulitan begini sedikit, sedang keluhan begitu banyak. Bahkan aku mulai mencurigai Allah.. berpikir kalau dia tidak menyayangiku.

Padahal apalah artinya hidupku ini tanpa-Nya? Apakah aku masih bisa hidup tanpa nikmat dari-Nya? Apakah aku masih bisa kuliah tanpa kuasa dari-Nya?

Bukankah Allah demikian Kuasa.. demikian Besar? Bagaimana bisa aku meragukan Kekuasaan-Nya? Bagaimana bisa aku begitu ketakutan tak memperoleh janji dunia?
Mengapa aku memilih untuk mencurigai-Nya padahal Dia-lah pemilik segala hidupku, segala takdirku?

Duhai...

Maafkanlah aku ya Allah... maafkan aku yang tidak tahu diri ini. Maafkan aku yang kecil, maafkan aku yang penakut, maafkan aku yang tidak pandai bersyukur, maafkan aku yang pernah berprasangka buruk terhadap-Mu.

Aku ingin ikhlas ya Allah... aku ingin belajar pasrah atas semua jalan takdir dari-Mu.
Aku tidak ingin bersusah hati dengan segala yang tak kupunya didunia.


Jika memang cobaan ini membuatku lebih kuat dan lebih dekat dengan-Mu..aku tak apa ya Allah. 
Namun kumohon perhitungkanlah lelahku. J

Minggu, 09 Februari 2014

Seperti Kehilangan

Seperti, kehilangan.
Rasanya kosong. Hampa menyesak memenuhi tiap ruang.
Lemah meraja, rasa bertahta kehilangan logika.

Dimanakah aku kini? Siapa aku ini?

Tubuhku katanya ingin menghilang, hendak menyatu dengan malam.
Tangan – tanganku berlari, hendak pergi meninggalkan tulisan yang belum rampung.
Dan kakiku... dia menangis, katanya lelah berjalan dalam gelap. Lelah menapak di jalan terjal.


Lalu siapakah aku ini, tanpa mereka? Apa yang bisa kulakukan?

Sabtu, 08 Februari 2014

So Bad

Aku kehilangan semangat beberapa hari ini.
Ketakutan akan masa depan menghantuiku.  Masalah – masalah yang juga hadir belakangan, memenuhi isi kepalaku serupa sampah – sampah yang menggunung. Tidak juga dibersihkan.

Aku takut. Kalau – kalau apa yang kurencanakan nyatanya tidak dapat kesampaian. Takut kalau – kalau banyak faktor eksternal yang hadir malah mengacaukan segalanya. Mengacaukan, atau bahkan menghancurkan segala rencanaku.

Membayangkannya saja aku tak bisa. Aku terlalu takut mengecewakan banyak pihak. Terlalu takut mengecewakan diri sendiri. Terlalu takut kecewa.

Kamis, 06 Februari 2014

Ringing!!

Aku tidak mungkin dan tidak mau menjadi manusia 'cemen' dengan membiarkan otakku tidak bekerja dengan keras.

Persoalan skripsi ini biasa kan?

Tidak seharusnya aku merasa pusing, merasa lelah, atau merasa takut.

Momen ini proses untuk membangun diri.

Anggaplah kemarin aku tidur terlalu nyenyak.. lalu aku tiba - tiba dibangunkan dengan satu sentakan keras.

Wajar kalau kepalaku agak sedikit pusing.


Tapi tidak semestinya aku berhenti kan?

Aku harus membiarkan otak ini bekerja keras, aku harus membiarkan tubuh ini lelah.
Setidaknya ini cukup sebagai balasan atas 'comfortzone' yang terlalu lama didiami. Balasan atas tidur yang terlalu lama, terlalu banyak.

Balasan atas kemalasan di hari - hari kemarin.

Biar tubuhku lelah, biar kepalaku pusing, biar dia tahu rasa!

Fact

Sebagian besar orang memiliki kecenderungan tidak ramah terhadap mantan.

Dan hanya sebagian kecil saja, yang mampu bersikap biasa terhadap 'X kekasih'.



Rabu, 05 Februari 2014

.....

Kakak... aku membayangkan kalau kita akan berbahagia suatu hari nanti, dengan beberapa anak.. dalam rumah kita yang sederhana.

Aku membayangkan tanganmu yang selalu kucium setiap hari, membayangkan bahwa kita bersama setelah begitu lama kita saling menunggu.

Kakak, izinkan aku menangis hari ini. Sebab aku belum juga menemukanmu sebagai tempat berkeluh kesah, sebagai tempat berlindung.

Kakak, izinkan aku menghela nafas sejenak.. aku lelah menantimu, Kakak.

...

Maaf, Tuhan.

Untuk malam ini aku ingin menangis saja.


Don't Care

Dan semakin hari saya semakin tidak mengerti.. 

Apakah kepedulian saya hari ini telah dianggap ke-kepo-an (perilaku ikut campur yang berlebihan) terhadap hidup orang lain?

Sedih rasanya menyadari bahwa kepedulian saya kini bahkan dianggap gangguan bagi beberapa orang terdekat.

Saya tidak tahu, bagaimana seharusnya saya bersikap.

Apakah saya harus benar - benar acuh? 

Sedih menyadari bahwa terdapat beberapa penolakan yang akhirnya membuat hati saya ciut. 
Ya.. penolakan atas kepedulian saya terhadap mereka.

Apakah kepedulian saya salah tempat? Apakah saya yang memang berlebih - lebihan?

Apakah sudah semestinya saya tidak perlu peduli terhadap siapa saja? Terhadap apapun kecuali hanya tentang hidup saya sendiri?

Haruskah saya benar - benar acuh?

Baiklah.. mulai sekarang, saya akan belajar acuh.


Tidak akan mempedulikan apapun tentang orang lain. Tidak perlu mengingatkan jam malam, tidak perlu mengingatkan waktu sholat, tidak perlu mengingatkan tentang pakaian yang terlalu terbuka, tidak perlu mengingatkan untuk berhemat, tidak perlu mengingatkan tentang menjaga jarak dengan laki - laki, tidak perlu mengingatkan tentang memilih - milih teman, tidak perlu mempedulikan kegalauannya yang sedang ribut dengan pacar, tidak perlu peduli tentang makanan, tentang kebiasaan, tentang apapun.

Tidak perlu, saya hanya mengganggu.

Saya harus ingat kalau saya mengganggu. Jadi saya tidak boleh peduli.

Ingat, mereka tidak mau dipedulikan. 




About Today

Selamat Pagi!!!! 
Hoamm... pagi ini aku terbangun dengan mata yang masih sangat mengantuk.
Hanya saja Deadline proposal skripsi sudah menanti untuk dikerjakan, jadi terpaksa aku harus bangun lebih awal.

Jadwal kerjaku hari ini adalah menghadap Bapak Dosen untuk bimbingan proposal. Kemudian berkelana ke perpustakaan Fakultas untuk meminjam beberapa buku. Kalau sempat, aku juga berniat ke perpustakaan Universitas, pun untuk meminjam buku.

Akhirnya, semoga saja aku dapat mengejar seminar proposal di bulan Maret. Semoga Keinginan Tuhan sama dengan keinginanku.

Aamiin. 

Have a good day Guys!! :)

Selasa, 04 Februari 2014

Note


Mungkin. Mungkin benang merah kini tersisih dibawa hujan.. hanyut menuju lautan luas kepasrahan.
Mungkin.
               



Tikus Makan Sabun :(

Tadi malam sebelum berangkat  tidur, seperti biasa aku selalu menuju WC untuk menggosok gigi dan membersihkan wajah.
Tapi siapa sangka, di depan pintu WC, sosok ‘Jerry’ yang hitam dan besar sudah menghadang..menghalangiku untuk masuk. Mendapati Jerry berada di tengah pintu, kontan aku langsung berteriak terkejut.
Mendengar teriakanku, Jerry seketika berlari terbirit – birit menuju ‘biliknya’ di bawah meja kompor.
Fuh... aku dapat bernapas lega karena dia sudah pergi. Tapi juga kesal sih.. gara – gara dikagetkan di tengah malam.

Setelah bertemu Jerry dan dibuatnya kesal tadi malam, pagi ini lagi – lagi aku dibuat kesal olehnya. Bangun tidur, hal yang pertama kali kulakukan adalah menuju kamar mandi untuk membersihkan diri. Menyebalkan sekali ketika aku hendak menggunakan sabun, ‘sosok’ sabun malah sudah terkapar di lantai dengan kondisi yang mengenaskan. L
Semakin hari, Jerry semakin menyebalkan! Pagi ini dia resmi memakan seluruh sabun di kamar mandi. L
Alhasil kami kehabisan sabun dan harus bergegas ke toko pagi – pagi sekali untuk membeli sabun mandi.

                Menyebalkan sekali tikus itu. Padahal ada banyak sisa makanan di tempat cucian piring kotor, tapi tetap saja.. emang dasar tikus. Sabun pun dimakan.


*Semakin heran dengan orang – orang di salah satu daerah di Indonesia yang memakan tikus got bakar sebagai menu kesukaan. Padahal badan tikus kan kotor semua. Makannya aja gak jelas, -_-

Senin, 03 Februari 2014

'Kekerasan' yang Mendidik

Pagi ini aku mendengar dua kali tangisan balita. Pertama, tangisan anak Ibu tukang sayur. Kedua, tangisan anak Ibu tetangga depan rumah. Penyebab tangisan keduanya adalah sama, sama – sama disebabkan oleh pukulan tangan sang Ibu.
Adalah hal yang lumrah menurutku, bahwa ada kalanya sang Ibu kekurangan stok sabar ketika menghadapi anak balita nya yang sedang rewel. Mungkin si Ibu kehilangan akal, tidak tahu lagi bagaimana caranya menenangkan si anak. Akhirnya.. pukulan pun melayang dari tangan si Ibu. Bukan pukulan yang sangat kejam memang, tapi cukup mampu membuat si balita menangis meraung – raung.
Nah..kalau sudah begitu, tangis anak tidak akan berhenti...malah semakin menjadi – jadi. Bujukan si Ibu pun tidak akan mempan, hanya waktu yang bisa membuatnya diam.


Fenomena sosial tersebut sudah sangat biasa dimataku. Mengapa?       
                Karena sejak menginjak usia dewasa, aku kian belajar memaklumi perilaku Ibu – Ibu yang suka ‘mengoceh’atau memukul gara - gara sikap nakal si anak. Ya, itu perilaku yang sangat wajar.

Mari ku ajak kalian berpikir sejenak...
Sepanjang hari sepanjang waktu.. Ibu telah dibebankan pada banyak sekali tugas rumah tangga. Ketika terbangun dari tidur, meski matanya masih mengantuk..ia harus segera bangun untuk menyiapkan sarapan bagi suami dan anak – anaknya. Belum lagi harus menyetrika pakaian kerja suami dan baju sekolah bagi anak – anak.
Selepas suami dan anak – anak pergi beraktivitas, Ibu memulai pekerjaan hariannya. Mencuci, mengepel, merapikan kamar, membersihkan toilet, memasak, membersihkan halaman rumah. Semua pekerjaan yang tentu saja memakan tenaga dan membuat lelah.
Pada situasi tertentu..misalnya saat keuangan rumah tangga sedang sulit atau saat harga – harga sedang melambung naik, pikiran Ibu terkuras untuk memikirkan bagaimana caranya supaya uang bulanan yang diberikan suami itu cukup untuk memenuhi seluruh kebutuhan keluarga mereka hingga batas waktu gajian berikutnya.
Begitulah beratnya pekerjaan Ibu..bukan cuma lelah fisik, tapi juga lelah berpikir.

Lalu diantara kerumitan dan kelelahannya tersebut, datanglah si anak yang merengek – rengek karena alasan yang bahkan seringkali tidak jelas.
Bagaimanalah Ibu tidak marah? Bagaimanalah Ibu masih bisa sabar? Ibu pun lelah dengan segala pekerjaan rumah tangganya.. wajar kalau satu dua kali, ia kehilangan kendali.        
Hanya saja..’kekerasan’ yang boleh dilakukan Ibu tentu tidak boleh berlebih – lebihan.
Mencubit atau memukul sedikit bagian tubuh anak, masih bisa dikatakan wajar.
Namun jika tubuh si anak sudah lebam – lebam dan terluka akibat pukulan Ibu, hal ini tentu tidak dapat dibenarkan.

                Menurutku, ‘kekerasan’ dalam porsi yang wajar sedikit banyak diyakini sebagai  cara yang ampuh dalam mendidik anak – anak.
Contoh kasus..ketika aku masih kecil. Seperti halnya anak – anak yang lain, aku punya keinginan bermain yang sangat luar biasa. Kebetulan, waktu itu rumah kami berjarak tidak jauh dari sungai besar berarus deras. Atas ajakan teman – teman, aku dan adik nekat berenang di sungai meski sudah dilarang Ibu.
Berjam – jam waktu kami habiskan di sungai. Sejak siang hari hingga azan magrib berkumandang dari toa masjid, barulah kami pulang.

Aku dan Adik masih tertawa – tawa di halaman rumah, membahas mengenai keseruan kami di sungai tadi. Lalu kami pun masuk ke dalam rumah.
Setibanya di dalam rumah, aku dan adik langsung disambut Ibu dengan sebilah ikat pinggang. Dengan kasar, Ibu menarik tubuh kami kemudian mencambuk tubuh kami yang kecil dengan ikat pinggang tersebut.

“ Udah dibilangin jangan mandi di sungai.. Udah tau itu airnya kotor, bikin rambut banyak kutu, bikin penyakit kulit, masih aja mandi disitu. Sampe lupa makan, sampe lupa pulang.. Udah tahu airnya deres, masih aja mandi disitu..Kalau tadi kebawa arus gimana ha??,” Ibu memaki sambil terus memukul tubuh kami.
Aku dan adik cuma bisa menangis, kemudian lari ke kamar dan mengurung diri di sana.


                Kejadian itu masih kuingat sampai sekarang. Setelah dipukul Ibu waktu itu, aku dan adik mencoba mogok makan malam. Kami kesal dengan tindakan Ibu, kami juga memutuskan mogok bicara dengannya.
Melihat perilaku kami, Ibu malah tertawa. Tidak henti dia membujuk kami untuk makan, juga menasehati kalau apa yang dia lakukan adalah untuk kebaikan kami berdua. Kami masih saja tidak bergeming.
Cuma sepiring nasi dengan tumis buah pepaya yang akhirnya meluruhkan kemarahan kami. Hahaha... ya, kami tidak jadi mogok makan. Perut kami lapar gara – gara terlalu lama menangis, butuh segera diisi.

                Begitulah...cara Ibu mendidik anak – anaknya. Kalian tahu? Sejak dimarahi Ibu waktu itu, kami resmi kehilangan minat mandi di sungai.  Dan dampaknya tentu saja bagus. Kutu – kutu di kepalaku dan adikku mulai berkurang karena hal itu. :D
                Kadang ‘kekerasan’ dalam kadar yang wajar memang perlu dilakukan untuk mendidik anak – anak. Terlebih, kecenderungan anak – anak kadang suka ‘ngeyel’ alias membantah kalau cuma dinasehati. Maka cara satu – satu nya yang paling baik dilakukan adalah dengan cara memukul.

                ‘Kekerasan’ yang  memberikan manfaat juga sering dilakukan oleh Guruku semasa SD. Aku ingat.. Nama Bapak itu RP. Munthe..
Beliau adalah wali kelas yang sangat tegas terhadap murid – murid. Jika ada anak yang suka ribut atau nakal, beliau akan mencubit atau memukul anak tersebut dengan mistar kayu.
Terlebih pada mata pelajaran matematika, biasanya kegalakan Bapak tersebut akan semakin menjadi – jadi. Jika kami tidak bisa melewati tes hapalan dengan sempurna, maka penggaris kayu sudah menanti kaki kami. Satu pukulan untuk satu kali kesalahan. Begitulah cara Beliau mengajar.
Namun dibalik kekerasan tersebut, aku merasakan sekali manfaat besar dari caranya mendidik. Faktanya..sampai hari ini, aku tidak pernah lupa perkalian matematik 1 sampai 10, itu berkat beliau.

                Sayang sekali, kebanyak orangtua dan anak – anak jaman sekarang..menganggap bahwa kekerasan kecil seperti tersebut sebagai bentuk penganiayaan. Padahal, itu adalah cara yang cukup efektif dalam mendidik anak.

                Maka aku tidak heran kalau banyak anak sekarang nakal – nakal dan tidak bisa membaca atau bahkan tidak mampu berhitung. Itu tentu karena tidak dididik dengan keras.


“ Guru – Guru jaman dulu semuanya suka memukul. Ustad – Ustad di pesantren Ayah dulu juga begitu. Kalau tidak bisa hapalan, ya dipukul. Bukan untuk menyakiti anak – anak, tapi untuk mendidik supaya ada efek jera. Supaya ada keinginan belajar yang lebih keras karena takut dipukul, karena takut sakit. Makanya, kecenderungannya orang – orang jaman dulu itu memang lebih disiplin, lebih baik budi pekertinya, dan lebih cerdas daripada anak – anak sekarang “, kata Ayah suatu kali.

Mendengar penuturan Ayah, aku langsung membayangkan adegan di film – film ‘Saolin’.
Ya..memang benar, murid – murid Saolin pun harus ‘dikasari’ dulu, baru bisa punya kunfu yang handal.

*Ah..Jaman memang mulai berubah.




Kopi dan Romantisme

Tidak sedikit penulis yang suka ‘membawa kopi’ ke dalam buku mereka. Entah karena kesukaan si penulis terhadap kopi, ataukah karena ‘magic’ kopi yang terlalu kuat untuk ditampik.

Secangkir kopi dalam tulisan biasanya selalu disandingkan dengan susana hujan (di cafe yang keren dengan gelas – gelas yang bagus), dalam pertemuan dengan orang tersayang. Secangkir kopi dalam tulisan biasanya mampu mengikat pertemuan dalam nuansa yang intens, dan hangat. Tidak jarang secangkir kopi bahkan mampu melekatkan rasa antara dua anak manusia.

Aroma kopi juga kerap dianalogikan sebagai aroma masa lalu, bisa jadi aroma kenangan.. yang tiba – tiba menyeruak memunculkan keharuman.

Ah..tapi itu bisa – bisanya penulis saja. :D
Pada kenyataannya ‘penampakan’ kopi tidak selalu ‘romantis’ seperti itu.


Cobalah melihat pada seteko kopi yang disuguhkan pemilik rumah kepada tukang – tukang bangunan rumahnya yang sedang bekerja... adakah kesan romantis dari peristiwa tersebut?
Hmm...ya, mungkin ada sih. Jika dalam cerita, si pemilik rumah tiba – tiba jatuh cinta pada tukang bangunan. Hihihi

Cobalah melihat pada secangkir kopi yang disuguhkan teman kos kepada temannya yang lain, yang mana ‘temannya yang lain’ itu sedang dilanda deadline pengerjaan skripsi atau pengumpulan tugas kuliah. Adakah yang romantis dari kejadian tersebut?
Hmm... mungkin ada sih. Jika yang memberikan kopi adalah teman kos perempuan, dan yang diberikan kopi adalah laki – laki yang diam – diam naksir sama si perempuan. Wkwkwkwk

Dari beberapa cuplikan adegan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa yang romantis itu bukanlah kopinya, melainkan rasa yang tercipta lewat secangkir kopi.


Secangkir kopi mana mungkin ber-rasa romantis jika diminum oleh seorang deadline-r skripsi yang jomblo abadi? Hahaha


Ah... sebenarnya ini perkara sederhana...kopi toh cuma butuh ‘rasa’ agar rasa nya lebih terasa.
Tapi kalau kita tidak punya ‘rasa’? segalanya akan jadi biasa – biasa saja...


Mungkin tidak salah kalau kita menganalogikan cinta seperti kopi:

Well...secangkir kopi = secangkir cinta. Pada seruputan pertama, segalanya terasa bahagia. Pada seruput berikutnya, kehangatan makin tercipta, aroma rindu kian terasa.
Namun bila kopi habis, yang tersisa cuma pahit..kelat di langit – langit mulut, menciptakan insomnia, tidak jarang kopi  bahkan meninggalkan aroma tidak sedap pada mulut.
Tapi ya tetap saja.. sepahit apapun sisa ‘kopi’, kita masih saja ingin mencoba..mencecap nikmatnya walau cuma sebentar saja “ J


Minggu, 02 Februari 2014

No..

Tidak mungkin!!!!

Tidak mungkin Mas... :(

Mana boleh aku menaruh cemburu? Kisah kita bahkan sudah lewat setengah tahun yang lalu. :(

Mana boleh aku cemburu?

Kepada kamu.. yang bahkan bukan siapa - siapa?

:(

Sabtu, 01 Februari 2014

You

Ada beberapa bagian dari kisah masa lalu, yang sekalipun bagian itu terbuka kembali.. kita tidak pernah ingin kembali membacanya, tidak pernah ingin kembali mengulanginya.

Mungkin  saja kita takut, kalau – kalau rasa pahitnya akan terasa sama seperti dulu.
Bisa jadi kini pun kita masih tidak mampu, melihat ‘bagian itu’ dengan cara yang lebih baik.

Meski waktu sudah mengaburkan masa lalu , tetap saja..
Ada kalanya..kita masih menyesali.
Bahwa ‘bagian kisah lalu itu’ seharusnya tidak pernah terjadi. Seharusnya tidak pernah kita lewati.
Bahkan hingga masa depan kini berjalan, kita masih saja.. menyesal.