Sebenarnya agak sedikit basi untuk membahas hal ini..Tapi
saya hanya ingin sedikit berbagi tentang pengalaman saya beberapa waktu yang
lalu.
Waktu itu satu minggu sebelum lebaran idul adha, adik saya
ngotot ingin mudik ke rumah orangtua. Tapi saya bilang bahwa saya tidak punya
uang untuk ongkos. Adik begitu ngotot, dan akhirnya berangkatlah kami dengan
uang pas – pasan.
Berhubung uang tidak cukup untuk kelas eksekutif, kami
terpaksa memilih kelas ekonomi. Oh iya.. dari Palembang menuju Bangka kami
menggunakan kapal cepat.
Beginilah keadaan kelas ekonomi di kapal yang patut anda
ketahui:
Bangku - bangku plastik di foto di atas bisa jadi digunakan sebagai bangku tambahan saat penumpang kelas ekonomi tengah membludak.
Kursi yang keras .
Foto diatas adalah foto adik saya yang tengah ngantuk berat dengan banyak barang bawaan disekitarnya.
Penumpang di kelas ekonomi kebanyakan adalah bapak – bapak
dengan fashion jadul maksimal. Kelas ekonomi berada di teras kapal, tanpa AC,
dan suara mesin kapal yang besar yang memekakkan telinga.
Saya harus agak sedikit berteriak untuk bicara dengan adik
saya. Say mencoba menikmati keadaan dengan mendengarkan lagu lewat earphone
handphone sampai kuping saya terasa sakit.
Adik saya mengeluhkan tubuhnya yang pegal – pegal akibat tidur di kursi kapal yang
keras. Saya hanya bisa meringis menanggapi keluhannya.
Anda tau sebenarnya perasaan saya saat itu? Lucu, ya.. saya merasa
lucu dengan keadaan seperti itu.
Tapi sepersekian detik kemudian saya harus menenggelamkan
wajah saya dalam – dalam karena malu. Gara – garanya? saya berniat memesan tiket bus pelabuhan
menuju rumah dengan pramugari kapal. Sebenarnya saya sudah menanyakan terlebih
dahulu kalau saya menginginkan tiket bus, bukan travel. Tapi kemudian saya
syok, karena tiket bus habis dan yang tersisa cuma tiket travel. Uang saya dan
adik kurang 20ribu? Rasanya saya ingin bunuh diri pada saat itu.
Bapak ( yang tidur di foto diatas ) tersenyum – senyum geli
sembari melihat pada kami.
Saya malu setengah mati. Terpaksa saya mengembalikan lagi tiket
tersebut kepada pramugari kapal dan bilang ‘ Gak jadi deh Mbak’. Mbak pramugari
menatap saya dengan pandangan mengerti, sedih juga mungkin, melihat beberapa
lembar rupiah yang sudah saya pegang untuk saya berikan, tapi ternyata tidak
cukup. Saya memasukkan kembali lembaran rupiah itu ke dalam tas dengan perasaan
nyesek dan malu. Saya memasang ekspresi datar agar tidak terlihat terlalu
menyedihkan.
Sebuah kenyataan yang ada adalah betapa hidup sudah dikotak –
kotakkan, kasta ada dimana – mana.
Bahkan pada sebuah kapal : VIP, Eksekutif, Ekonomi ( kami di
kasta paling rendah ).
Saat itu juga saya mengerti bahwa uang memiliki tempat yang
tinggi di atas banyak hal.
Saat itu juga saya berjanji kalau setidak – tidaknya saya
harus sejahtera di masa depan , supaya
saya tidak perlu menanggung malu lagi lain kali.
Dan anda tau, apa yang dikatakan adik saya?
“ Yuk, balik dari rumah nanti.. gimanapun caranya : kita
harus naik VIP!!!”
Saya mengamini.
Kami kemudian naik bus yang mangkal di pelabuhan, lalu
melanjutkan naik angkot hingga sampai ke rumah.
Kami pun bercerita tentang pengalaman memalukan itu pada seisi
rumah.
Hasilnya? Kami dapat dua tiket VIP untuk kembali lagi ke
Palembang selepas lebaran. Hahahaha...
Setidak – tidaknya saya bisa mendongakkan kepala dengan luar
biasa, bergabung dengan bule dan cina – cina elit di kelas eksklusif mereka.
Betapa bahagianya!
(Satu hal yang saya sayangkan, saya tidak sempat memfoto kelas VIP beserta bule dan cina - cina itu ). Tapi yang jelas, di VIP kami mendapatkan fasilitas kursi yang nyaman, AC yang dingin, dan kue - kue yang manis, ^_^